louisé


gemuruh petir terdengar dari luar gazebo depan kampus yang mereka tempati sekarang. membuat dongju merasa takut.

ia sendirian di sini.

eh, ada geonhak juga. temannya. bisa dibilang dekat, sangat dekat. tapi ia tampak tidak peduli.

dongju mengusap-usap tangannya seraya berusaha mengusir hawa dingin.

awan makin gelap menutupi langit. suara gemuruh dan kilatan cahaya petir nampak dimana-mana.

jujur saja, ia takut dengan hujan.

kenapa? ntah.

ah, suasana semakin dingin. jaket yang dipakainya kurang tebal, membuatnya tetap kedinginan juga.

andai ada sebuah pelukan yang bisa menghangatkannya.

ia sendiri saja sudah lupa bagaimana rasanya dipeluk. keluarganya.. distant. bahkan untuk meminta hal sesimpel ini pun dihalangi oleh gengsi yang tinggi.

“heung.. dingin..” gumamnya. masih meniup-niup dan menggosokkan kedua tangannya.

srek

tangan?

tangan siapa yang melingkar di pinggangnya?

ia melihat ke bawah, menyadari bahwa itu adalah tangan milik geonhak.

“kenapa?” tanyanya.

“apa? apanya kenapa?” tanya geonhak balik.

“kenapa, kok tiba-tiba meluk?” dongju memperjelas ucapannya.

“hm.. tadi kamu bilang kedinginan kan? yaudah kupeluk aja. lagipun pelukan bisa menghantarkan kehangatan,” jelas geonhak.

dongju terdiam.

iya, terasa hangat.. meskipun hanua dari belakang tapi sudah terasa hangat.

tapi ia bingung, bagaimana bisa geonhak tau ia ingib dipeluk?

“anggap aja aku bisa baca pikiran, hehe,” geonhak berucap, seolah menjawab pikiran dongju.

”..oke.”

kemudian keadaan menjadi hening. hanya diisi suara-suara geledek dan petir dari langit.

“takut..” gumamnya.

“kenapa?” tanya geonhak.

“gatau, takut aja..”

mendengarnya geonhak yakin kalau ia hanya merasa kesepian. ia hanya butuh pelukan untuk menenangkannya.

dan disinilah dia, berusaha menenangkannya.

geonhak membalik tubuh dongju kemudian langsung mendekapnya dalam pelukannya.

tiba-tiba sekali, menurut dongju.

suatu hal yang mustahil ia dapatkan di rumahnya.

saat itu pula hujan mulai turun dengan derasnya. sama derasnya dengan air mata dongju.

iya, ia menangis.

semua perasaannya menjadi satu.

takut karena hujan, sedih karena oa merasa dirinya memang menyedihkan, senang karena akhirnya ia mendapatkan sebuah pelukan.

“makasih.”

“masama. udah, puasin aja nangisnya, ada aku disini.”


—끝


“I just wanted a hug, only one hug.”

A valentine's special. Pair: SeoJo.


Seoho menunggu di sebuah taman kecil. Mungkin bisa dibilang rahasia karena hanya ia dan Youngjo yang tahu tempat ini. Harapan terpancar penuh dari matanya.

Youngjo telah berjanji akan menemuinya di sini.

Ia sangat merindukan kucing-nya itu. Teman masa kecilnya juga.

Jujur, Seoho telah menyimpan rasa lebih dari teman ke sahabatnya. Dengannya ia merasa nyaman, dengannya ia merasa aman. Kalau kehadirannya tidak ada ia akan merasa rindu. Ia akan merasa ada yang tidak beres.

Ketika Youngjo bilang “aku sayang kamu,” hatinya langsung menghangat. Hatinya yang biasanya hampa, kembali terasa hidup.

Saat itulah ia tersadar, ia sayang padanya. Ia sayang lebih dari sekedar sahabat.

Awalnya ia coba untuk menolaknya, tapi makin ditolak, perasaan itu semakin kuat. Sampai ia sendiri lelah dan kemudian memutuskan untuk menerima perasaannya kepada sahabatnya itu.

Dan telah 3 tahun ia pendam perasaan ini. Hari ini Valentine, dan ia telah membulatkan tekadnya, ia akan menyatakan perasaannya hari ini.

Di tangannya ada dua tangkai bunga lily putih. Lily putih memiliki arti 'aku sayang kamu'. Sama seperti mawar. Tapi menurutnya mawar sudah terlalu mainstream, jadi ia memilih ini.

Semilir angin sore membuat suasana sekelilingnya terasa sejuk. Ia duduk di sebuah alas dengan tangannya yang mengukir-ukir tulisan di pasir di sebelahnya.

Ah, Youngjo kemana..

Sekarang sudah hampir malam, dan Youngjo tidak kunjung menunjukkan batang hidungnya.

Ia ingin meneleponnya tapi handphone-nya habis baterai. Ya jadi disinilah dia, menunggu dengan bosan. Juga dengan harapan yang hampir pupus.

I know you're somewhere out there, somewhere far away~ I want you back, I want you back..

Tangannya memainkan bunga yang tadi dibawanya.

My neighbors think i'm crazy, but they don't understand.. You're all I have..

Kepalanya menoleh ke kubangan air di sampingnya, menatap pantulan bulan dan bintang-bintang di sana.

But now when the stars light up my room, I sit by myself.. Talking to the moon~

Srek

Seoho menolehkan kepalanya cepat ke arah pagar tua yang menutup taman ini. Matanya kembali memancarkan harapan. Namun kembali redup ketika sadar bahwa itu bukan yang ditunggunya.

... Seekor tupai ternyata.

“Youngjo-ya.. Eodiseo..”

Ia ingin memberikan pelukan padanya nanti. Lagipun ia juga pernah meminta pelukan ke Youngjo.

Hanya sebuah pelukan.. Dan menyatakan perasaan..

Ia merindukan pelukan hangat dari Youngjo. Sangat hangat, ia nyaman. Mungkin bisa-bisa ia tertidur ketika dipeluknya.

Ia rindu pelukannya.

Ia rindu orangnya.

Tapi orang itu tak kunjung datang.

Ia ingin menyerah menunggu.

“Tapi kalau sebentar lagi gimana?” Monolognya.

Akhirnya ia memutuskan untuk menunggunya lagi selama setengah jam kedepan.


Ia ngantuk.

Sudah terlalu lama ia berdiam diri di sini. Beberapa kali ada kucing dan tupai yang lewat.

“Sudah 5 tupai dan 7 kucing.”

Hah, dihitungnya.

Dirinya bangkit dari duduknya. Menepuk-nepuk celananya untuk membersihkan dari debu dan tanah yang menempel.

“Makasih, Youngjo-ya.”

Ia melangkah pergi dari tempat itu, dan mungkin tidak akan pernah mau kembali lagi.


Youngjo berlari di trotoar sambil merutuki dirinya.

“Aaahh Youngjo payah, bisa-bisanya lupa!”

Dirinya berhenti di sebuah belokan gang kecil, kemudian masuk sendiri. Membuka pagar besi yang sudah berkarat dan ditumbuhi tumbuhan merambat.

Kosong.

“Ah, sudah pergi ya..”

Ia berjalan menuju bunga yang tergeletak.

Lily putih..

Bukan bunga kesukaannya, memang. Tapi ia tau arti dari bunga ini.

Seoho sayang padanya.

Youngjo tau Seoho tadi ingin mengutarakan perasaannya. Tapi pasti sekarang perasaan itu sudah dikubur lagi.

Salahnya.

Ia telah mengecewakan orang yang disayangnya.

Mungkin Seoho tidak akan memaafkannya.

Matanya kemudian melihat ke pasir yang tadi ditulisi oleh Seoho.

“I just wanted a hug, only one hug.”

“I'm sorry..” gumamnya, seolah membalas tulisan Seoho.


end.

perpus – kys


jam pulang sekolah. ruang kelasnya sudah hampir kosong, tertinggal yeosang dan seonghwa saja.

seonghwa tengah menunggu yeosang membereskan bukunya sambil berdiri di ambang pintu, bergaya sok keren.

“lo kalo mau pulang duluan ya silakan aja, gue mau ke perpus dulu, mau minjem buku,” yeosang membuka percakapan.

“eih minjem buku mulu lu,” seonghwa mengendus kasar.

“ya gapapa, seru aja. lagian juga gratis kaga usah bayar,” balas yeosang enteng.

“yeee. yaudah gue duluan ya,” pamit seonghwa, dibalas 'yo' oleh yeosang lalu pergi.

yeosang pun akhirnya keluar dari kelasnya. menutup pintu dengan rapat sebelum meninggalkan lorong lantai 3 sekolahnya itu.

tujuannya tentu saja ke perpustakaan sekolah. meminjam buku series kesukaannya. selain mudah dicari, tidak perlu bayar juga. jadi cukup menghemat uang tabungannya.

kemarin ia ingin ke perpus lagi, tapi ternyata penjaganya pulang lebih awal jadi perpus sudah tutup duluan. untungnya hari ini tidak, jadi ia bersemangat lagi.

toktok

yeosang mengetuk pintu perpustakaan, kemudian membuka dengan pelan, takut mengusik.

yeosang langsung menyelonong ke bagian rak buku ketika sang penjaga perpus menganggukan kepalanya tanda mengijinkan.

menyusuri rak buku bagian fiksi. matanya langsung tertuju pada buku yang diincarnya dan langsung membacanya di tempat itu juga. duduk di pojokan.

mumpung hari belum terlalu sore jadi ia sengaja berlama-lama di sini.

ketika sedang asyik membaca, ujung matanya menangkap sebuah sosok hitam yang bergerak kencang.

merasa itu hanyalah halusinasinya, ia tak menghiraukan dan kembali membaca.

bruk

kepalanya spontan menoleh ke arah suara. terkejut dengan pemandangan timbunan buku yang tertumpuk tepat di rak depannya.

yeosang beranjak bangun dari tempatnya, kemudian mencari si penjaga perpus.

tidak ada.

“ah mungkin ke toilet..” gumamnya.

brak

ada yang menabrak meja?

yeosang menoleh lagi, melihat sosok hitam tengah merangkak di rak buku, yang menyebabkan buku-buku tadi berjatuhan.

kepalanya memutar 360° dengan mata yang menyorot.

yeosang melirik lagi ke pojok perpus tempatnya ia duduk tadi, melihat sebuah sosok aneh dengan badan yang hanya setengah. tangannya begitu besar hingga dapat terlihat jelas dari tempatnya berdiri.

yeosang ingin kabur namun tak bisa. kakinya seperti ada yang menahannya untuk melangkah pergi. ah, mencengkram lebih tepatnya.

ia hanya berdiri dengan wajah pucat, melihat kedua sosok itu melakukan akrobatnya.

pintu perpus terbuka dengan tidak santai, membuat yeosang langsung menoleh ke arah pintu.

ah si penjaga perpus.

ia menoleh lagi ke chaos yang ada di depannya— tidak ada apa-apa.

buku-buku yang berserakan telah kembali ke posisi semula.

ia mengecek kakinya, apakah 'cengkraman' tadi masih ada atau tidak. menghela napas lega setelah mengetahui kalau ia tidak dicengkram lagi.

bergegas menaruh bukunya di meja terdekat, kemudian ia langsung keluar tanpa pamit.

sret

bukunya tengah dibaca si sosok merayap. itu kepunyaannya.

-end

keonhee dan seoho tengah berada di sebuah pasar malam, yang anehnya berada di tengah lapangan luas, di sekitarnya dipenuhi pohon-pohon rimbun. tidak terlalu jauh dari tempat tinggal mereka juga.

ini pertama kalinya mereka kesini. keonhee tadi sepulang ngampus melihat ada pasar malam disini, jadi ia mengajak seoho bersamanya. ia penasaran.

tapi seoho merasa ada yang janggal dengan pasar malam ini. padahal jamnya ia pulang kampus ia tidak melihat adanya orang-orang berkerumun untuk menyiapkan pasar malam. benar-benar hanya tanah lapang di tengah pepohonan.

kalaupun benar, mana mungkin penyusunan pasarnya begitu cepat?

lagipun, ia hanya melihat bekas-bekas wahana kecilnya saja dari pinggir jalan. tertutupi rumput-rumput tinggi. palang-palang besi yang sudah dilumuti dan berkarat juga.

aneh.

tapi seoho berusaha tidak menggubrisnya. ia tidak ingin melihat sahabat karibnya ketakutan. mana ini malam jumat pula.

menyusuri jalan di tengah 'keramaian' ini, tiba-tiba seoho merasa sesuatu yang dingin menyentuh betisnya.

ah, mungkin rumput, atau serangga.

tapi terasa seperti tangan keriput..

seoho menegak ludahnya kasar. makin merasa tidak enak berada di sini.

suasana yang tadinya ramai dan hangat, tiba-tiba berubah jadi dingin. ah bukan dingin, panas dingin.

keonhee masih berjalan di depannya, melihat sekeliling, barang kali ada permainan yang bisa dimainkan berdua.

saat berjalan melewati sebuah titik di pasar ini, seoho merasa seperti menabrak sesuatu yang panas. padahal hawanya dingin.

hawa dingin yang begitu panas.

ia berhenti sebentar untuk memastikan, keonhee pun ikut berhenti, heran.

“kenap-”

“ssst.”

belum selesai berbicara, seoho sudah menyuruhnya untuk menutup mulut.

sahabatnya ini kenapa?

tiba-tiba seoho menggerakkan tangannya, seperti sedang merasakan sesuatu.

keonhee ingin bertanya, namun takut mengganggunya.

seoho langsung menurunkan tangannya ketika ucapan neneknya terngiang di kepalanya.

“hee, kita harus pergi.” tanpa aba-aba, seoho langsung menarik keonhee keluar dari area pasar malam.

berada di depan areanya, keonhee memberhentikan langkahnya, membuat yang menarik juga harus berhenti terpaksa.

“kenapa sih?! ada apa emangnya? kalo lo gamau ikut kan dari awal lo tinggal bilang ke gu-”

“bukan itu.”

lagi-lagi ucapan keonhee dipotong.

“dengerin. tau kenapa tadi gue berenti, terus ngeraba-raba udara gajelas kayak orang gila?” tanya seoho serius.

“kenapa?” keonhee penasaran.

“itu hawanya panas banget. dan anehnya cuma disitu doang yang panas. selama kita jalan-jalan keliling tadi, ga ada tempat yang sepanas itu,” jelas seoho.

masih bingung, keonhee bertanya lagi, “terus kenapa?”

sebelum melanjut, seoho menghela napasnya kasar, “itu portal alam gaib.”

tak mengerti, keonhee hanya memasang muka bingung.

mata seoho melirik ke belakang keonhee, kemudian bergidik ngeri.

“nengok ke belakang deh,” ucap seoho.

keonhee pun melakukan apa yang lebih tua bilang. dan jantungnya hampir copot ketika melihatnya.

orang-orang yang berkerumun tadi, berubah ke wujud aslinya. dan jumlahnya banyak. mereka semua menatap ke keonhee dan seoho dengan tatapan yang mengerikan.

defa (dey, dafa(lokal keonhee)) a local oneshot, made specially for dey ;)

written in lowercase.

enjoy~


dafa tengah berdiri di depan gerbang rumah dey, memainkan ponselnya, menunggu dey untuk keluar.

hari ini mereka berencana untuk jalan-jalan ke sebuah taman bermain. dafa yang mengajak. dey yang merasa bosan di rumah saja langsung mengiyakan dengan antusias.

dey berjalan menghampiri dafa yang masih sibuk memainkan ponselnya, entah main aplikasi apa.

“ehem,” dey berdeham, ingin mencuri perhatian dafa.

dafa langsung menoleh ke dey, menatapnya tanpa kedip.

“cantik.”

satu kata itu meluncur dari mulutnya begitu saja tanpa ia sadari. dafa langsung merutuki dirinya sendiri. untung pelan.

“hm? bilang apa tadi?” tanya dey.

“engga.. bukan apa-apa.” dafa salah tingkah. ia langsung memberikan helm yang dibawanya kepada dey.

setelah memakai helm, dey langsung naik ke motor milik dafa. kemudian mereka langsung pergi ke tempat tujuan.


di lokasi taman hiburan. mereka telah bermain berbagai macam game dan wahana. tinggal roller coaster saja yang belum.

“daf, ayo naik itu,” ajak dey, menunjuk ke roller coaster yang berada di depan mereka. padahal baru turun dari wahana ayunan besar.

dafa menoleh ke arah yang ditunjuk dey, langsung meneguk ludah ketika melihat betapa tingginya roller coaster tersebut.

ingin berkata tidak, tapi tidak tega terhadap dey, akhirnya ragu-ragu ia mengiyakan.


sekarang sudah berdiri di antrian kedua. sebentar lagi giliran mereka. dafa merasa agak takut karena tingginya wahana ini.

berbalikan dengan dey, yang merasa sangat antusias akan menaiki roller coaster ini. ia sudah lama tidak merasakan sensasi naik roller coaster, wajar ia sangat tidak sabar.

*ceklek

pagar pembatas pun dibuka oleh staff yang ada. melakukan pengecekan suhu sebentar, lalu langsung menarik dafa berlari ke gerbong paling depan.

pengaman telah terpasang, pagar masuk sudah ditutup lagi, staff membuat pengumuman bahwa mesinnya akan segera dinyalakan. dafa mencoba menahan rasa takutnya demi dey.

yah, tidak apa-apa dirinya begini, yang penting dey bahagia. ia senang melihat senyum merekah di wajah dey, membuatnya semakin manis.

*jglek

wahananya mulai berjalan.

ah.. selamatkan dirinya, tuhan..


kecepatan roller coaster semakin pelan, menandakan wahana ini akan berhenti.

dafa merasa lega ketika wahananya telah berhenti sempurna. jantungnya berdegup kencang.

menoleh ke dey yang duduk di sebelahnya, melihat senyum lebar terpampang di wajahnya, dafa merasa puas.

dirinya pun ikut tersenyum melihatnya.

beranjak turun dari wahana dengan terhuyung, ia langsung berlari keluar. sementara dey menyusul di belakangnya, menertawakan kekonyolannya.

“kenapa si? takut yaa?” goda dey.

“engga. engga takut samsek. mana ada takut?” bohongnya.

“cih, tadi aja yang teriak paling kenceng siapa ya?” tanya dey, memasang wajah berpikir.

“nggatau, anak kecil kali,” guraunya.

“ngawur, mana ada anak kecil boleh main wahana begitu.”

“ada.”

“mana?”

“kamu. kamu anak kecil.”

mendengarnya, dafa langsung mendapatkan pukulan di pundak lebarnya.

“aduh.” tidak terasa sebenarnya, hanya pura-pura.

“pusing ah,” keluh dafa.

“kenapa?” tanya dey, terdengar nada khawatir dari cara bicaranya.

“gapapa. serem aja tadi.” dafa berpegangan ke lengan dey, membuat yang dipegang— terasa seperti pelukan, agak salting.

“yaudah, kita cari cemilan aja dulu, abis itu pulang dah ya,” kata dey sambil berjalan menuntun dafa. sementara dafa hanya mengiyakannya.

sebenarnya tidak sepusing itu, dafa hanya ingin memegang dey. entah, terdengar konyol. tapi ia suka.

“aku suka kamu..” bisiknya, hampir tidak terdengar.

“hm?” dey menoleh, penasaran.

“hah? gapapa, itu.. pengen.. pengen jamu. heem pengen jamu,” ulangnya.

“lah, mana ada jamu disini. di rumah aja nanti,” balas dey. sementara dafa hanya mengangguk.

huh.. untung tidak ter-

“aku juga suka sama kamu, tau. hihi.”

hah?

seseorang, cubit dafa sekarang.

ditulis tanpa capslock.


wooyoung dan san. kedua member grup ternama tersebut sedang nonton berdua di dorm mereka, ditemani dengan beberapa camilan dan smoothie berry sebagai minumannya.

ketika sedang menyeruput smoothie-nya, wooyoung teringat sebuah trend di tiktok, dan berniat mengusili sahabat karibnya itu, san.

beranjak ke kamar sebentar untuk mengambil handphone, kemudian langsung membuka tiktok.

san yang asik menonton hanya melirik wooyoung sebentar, berpikiran kalau itu untuk fansnya.

“two bestfriends~ watching movies together~” kata wooyoung tiba-tiba. ia mengarahkan kameranya ke san, yang hanya dibalas senyuman simpel darinya.

“they might kiss~” sambung wooyoung, yang terdengar seperti pertanyaan ketimbang pernyataan.

san langsung tau kalau ini adalah sebuah trend di tiktok, ia pun membalas, “they might~”

san langsung mendekatkan dirinya ke wooyoung, lalu mencuri ciuman dengan sekejap. membuat wooyoung terdiam sebentar.

wooyoung tidak mengira kalau san tau perihal trend ini. ia bahkan tidak tau akan dicium betulan olehnya.

“kok-”

“apa”

“kok tau?” tanya wooyoung.

“apanya?” san balik bertanya.

“ini, trend-nya,” jelas woo.

“ya tau lah.” senyum kecil muncul di bibirnya.

Hari ini Valentine. Seonghwa sudah mempersiapkan diri untuk mengutarakan rasa sukanya pada anak kelas sebelah, San.

Ia tau resiko yang harus diambil, kalau ia ditolak, ya dia sendiri yang tanggung perasaannya. Kalau diterima, ya senang-senang.

Kini dirinya tengah berada di depan loker milik San, memegang secarik kertas berisi curahan hatinya. Tangannya gemetar karena gugup.

Ia sudah suka teman seangkatannya itu sejak satu setengah tahun lalu. Tapi ia tahu kalau San menyukai seseorang. Ia melakukan ini hanya untuk melegakan hatinya. After-effect urusan belakangan.

San berjalan ke arahnya dengan muka datarnya, yang terkesan judes. “Minggir, ini loker gue,” titahnya.

Seonghwa menggeser dirinya dari hadapan San.

“S-San,” panggilnya. Hanya dibalas dehaman oleh sang lawan bicara.

“Ini, ambil,” Seonghwa menjulurkan tangannya, memberikan kertasnya untuk dibaca San. Sementara San yang menerima hanya memasang muka bingung.

Setelah membaca suratnya, San angkat bicara, “Maaf, gue gabisa bales perasaan lo, gue udah ada Wooyoung. Tapi makasih.” San mengembalikan suratnya.

Seonghwa yang mendengarnya langsung murung. “Ah, sama-sama..”

Ia berjalan meninggalkan San, menyobek kertas yang ia pegang, kemudian dibuang ke tong sampah yang ia lewati. Ia ingin pulang.

Meskipun dirinya tau seberapa besar peluang akan ditolak, tetap saja ia sedih. Ya tapi, hatinya jadi sedikit lega sekarang.

Hari Valentine yang buruk.


Hongjoong yang sedang berjalan sendirian di lorong melihat Seonghwa yang berjalan dengan lesu. Merasa agak khawatir, Hongjoong berlari menyusul Seonghwa.

“Hwa,” panggilnya.

“Hm?” Seonghwa menoleh, mukanya tidak berekspresi.

“Lu kenapa?” tanya Hongjoong.

“Gapapa, Joong. Cuma agak badmood aja,” jawab Seonghwa, kembali menatap ke depan.

Hongjoong hanya mengangguki jawaban temannya itu. Ah, bukan teman, crush.

Hongjoong telah menyukai Seonghwa sejak mereka SMP, sekarang mereka kelas 11. Dan kebetulan satu SMA, jadi Hongjoong tetap senang bisa melihat gebetannya, meskipun dari jauh.

Kadang mereka pun berinteraksi, tidak bisa dibilang sering karena kelas mereka yang dipisah. Tapi lewat berinteraksi tersebut Hongjoong bisa merasa senang.

Hari ini hari Valentine, ia ingin mengutarakan perasaannya yang telah ia rasakan selama 3 tahun terakhir.

Kata orang sih, suka tidak mungkin sampai selama itu, namanya sudah cinta kalau begitu.

Namun Hongjoong kurang yakin dengan itu.

Melihat Seonghwa yang murung membuatnya tidak tahan, ia ingin membuat orang yang disukainya itu bahagia.

“Ehm, mau jalan-jalan ga?” tawarnya.

Seonghwa berpikir sebentar. Mungkin dengan jalan-jalan bisa menaikkan sedikit moodnya.

Akhirnya Seonghwa mengangguk.

Melihat anggukan Seonghwa membuat Hongjoong tersenyum, kemudian menarik tangan Seonghwa agar berlari keluar dari gedung sekolahnya.


Hongjoong mengajaknya ke sebuah arcade game. Sudah lumayan lama juga dirinya tidak ke tempat seperti ini.

Hongjoong menghampiri Seonghwa setelah membeli saldo untuk kartu mainnya. “Nah, mau main apa?” tanyanya.

“Ehm..” Seonghwa melihat ke sekitar, kemudian atensinya tertuju pada sebuah mesin boneka.

“Mau boneka,” pintanya dengan nada manja. Membuat Hongjoong menahan gemas mendengarnya.

“Yang mana? Nih, bawa aja kartunya,” Hongjoong memberikan kartunya ke Seonghwa, yang kemudian dibawanya pergi ke salah satu mesin boneka yang ada. Hongjoong hanya mengikuti.

Percobaan pertama gagal. Bibirnya langsung mem-pout lucu. Hongjoong hanya tertawa kecil melihatnya.

“Coba lagi aja,” kata Hongjoong melihat tatapan Seonghwa yang memelas sambil memegang kartunya—mengode.

“Yey!”

Seonghwa langsung menggesek kartunya, lalu setelah mesinnya menyala, ia langsung menggerakkan tuas menuju boneka kucing disana. Setelah dikiranya sudah dalam posisi yang sempurna, ia langsung memencet tombol merah.

Capit perlahan turun, lalu mencapit bonekanya. Seonghwa hanya melihat dengan mata berbinar, berharap bonekanya akan ia dapatkan.

Hongjoong tidak memerhatikan bonekanya, ia hanya memerhatikan Seonghwa. Lucu, pikirnya. Melihat Seonghwa tersenyum membuatnya ikut tersenyum.

Ctuk

Bonekanya jatuh, tidak masuk ke lubangnya, jatuh di pinggiran di samping lubangnya malah.

Binar di mata Seonghwa meredup, bibirnya kembali manyun imut. Kemudian menatap Hongjoong lagi dengan melas.

“L- Kam- L-Lu aja, Joong,” pinta Seonghwa terbata.

Kalau sedang mode manja biasanya ia berbicara menggunakan aku-kamu. Tapi karena ini dengan Hongjoong, yang ia pun merasa kurang dekat, jadi bimbang.

“Hahaha, pake aku-kamu aja, santai,” jawab Hongjoong, kemudian mengambil kartu yang berada di samping tuas, lalu bertukar tempat dengan Seonghwa.

“Yang mana tadi?” tanya Hongjoong.

“Itu, yang kucing di samping lubang keluarnya,” Seonghwa menunjuk boneka yang dimaksud. Hongjoong mengangguk mengerti.

Menggesekkan kartu, mengarahkan tuas, tapi tidak simetrikal tepat di atas si boneka. Melihatnya membuat Seonghwa heran.

“Kok ga ngarahin pas ke bonekanya?”

“Ssssttt, diem dulu,” ucap Hongjoong, lalu memencet tombol merah, menurunkan capit ke boneka di samping boneka yang diinginkan Seonghwa.

“Kok-”

Capitnya mulai terangkat, namun menyenggol boneka yang Seonghwa inginkan hingga masuk ke lubangnya.

Ctek Hongjoong turun untuk mengambil boneka yang Seonghwa maksud, kemudian langsung diberikannya.

Seonghwa menerimanya dengan senang hati, “Makasih, Joong-ie-ya!”

“Masama, mau main apalagi?” tawar Hongjoong.

“Hmmm, main apa ya..” Seonghwa melihat sekitarnya lagi, mencoba mencari permainan yang seru untuk dimainkan berdua.

“Ah, itu aja, tembak-tembakan air,” Seonghwa menunjuk ke salah satu mesin. “Ya?”

“Okee.” Hongjoong berjalan mengikuti Seonghwa, lalu mereka bermain sampai bajunya agak basah.


Beberapa menit kemudian, Seonghwa tengah berada di sebuah stand makanan— stand es krim. Memesan dua untuk dia dan Hongjoong.

Tadi mereka sudah bermain hoki meja, balap-balapan, tembak-tembakan, dance pump juga, sampai capek. Sempat berfoto ria di dalam sebuah photobox. Sekarang bonekanya tengah ia titipkan ke Hongjoong yang menunggu.

Setelah menerima es krim untuk berdua, ia menghampiri Hongjoong. “Nih, makasih ya,” ucapnya.

Mendengar ucapan makasih yang terlontar dari Seonghwa membuatnya bingung, kan harusnya ia yang mengucapkan itu.

“Kok? Harusnya aku dong yang bilang makasih?” tanyanya sambil menerima es krimnya dan memberikan bonekanya.

“Heem, makasih aja, bikin moodku naik, hehehe,” Seonghwa duduk di hadapan Hongjoong.

“Ohh, heem, masama. Makasih juga,” balas Hongjoong.

“Kenapa?” Seonghwa nanya balik.

“Makasih aja,” balas Hongjoong singkat.

Mendengarnya Seonghwa hanya mengangguk, meskipun bingung.

“Joong, tadi itu sebenernya aku abis confess ke crushku,” ucap Seonghwa tiba-tiba. Hongjoong menatap bingung.

“Iya, terus aku ditolak,” lanjut Seonghwa.

Mendengar pernyataan Seonghwa barusan entah kenapa membuatnya merasa lega, agak jahat memang.

“Terus kamu dateng, ngajak aku main, moodku yang awalnya jelek jadi naik karena kamu,” Seonghwa menatap Hongjoong, “Makanya aku tadi bilang makasih ke kamu.”

Hongjoong tersenyum mendengarnya.

“Heem, masama. Aku ikut seneng kalo kamu seneng, Hwa.” Hongjoong memainkan sendok es krimnya sambil menghela napas, ia ingin confess.

“Eum, Hwa, sebenernya aku suka sama kamu. Udah dari kita SMP sih.. Aku gatau kalo rasa sukaku bakal bertahan lama begini. Liat kamu ketawa seneng aja bikin aku seneng, liat kamu sedih aku ga tega, pengen bikin senyum kamu merekah lagi. Aku suka liat senyummu.” Hongjoong menatap Seonghwa, “Kalo kata orang sih, udah cinta namanya. Tapi aku kurang yakin juga.”

Seonghwa merasa dadanya berdegup, padahal bukan dia yang confess.

“Kamu belum suka ya sama aku?” tanya Hongjoong.

“Ng-nggatau.. Dagdigdug masa..” tutur Seonghwa.

Hongjoong tersenyum kecil, “Aku bisa buat kamu cinta meski kamu ga cinta. Ga mesti pacaran langsung, kita bisa temenan biasa, tapi dengan bubuk mesra~” goda Hongjoong.

Seonghwa bingung mau membalas apa, alhasil ia hanya diam sambil memainkan sendoknya.

“Gaharus kamu paksa, kita pelan-pelan aja ya. Yang jelas kutau aku sayang kamu, Hwa,” Hongjoong senyum. Seonghwa yang melihatnya merasa perutnya tergelitik.

Belum pernah ada orang yang menyukainya, setiap kali ia suka pada orang, pasti orang itu akan menolak perasaannya. Baru kali ini ia merasa disukai oleh seseorang.

Ya.. Mungkin bisa pelan-pelan dulu.

Benar-benar hari Valentine yang indah.

Dongju dan Keonhee sekamar di dormnya. Jam menunjukan pukul 11 lewat, sudah larut. Biasanya jam segini masih bermain di ruang latihan tapi entah mengapa sudah mengantuk duluan. Mungkin karena hari ini memiliki jadwal yang terbilang padat.

Keonhee sudah melelapkan diri ke alam mimpi, sementara Dongju masih bermain ponselnya.

Pintu kamar yang tidak tertutup rapat tiba-tiba bergerak terbuka sedikit. Membuat Dongju jadi agak merinding.

Matanya melirik ke arah pintu, kosong, tidak ada siapa-siapa. Kemudian ia mulai meringkuk sambil memeluk dirinya. Suasana kamar entah kenapa jadi terasa panas-dingin. Hawanya panas, tapi ia merasa dingin.

Dongju terlalu takut untuk beranjak dari kasurnya, jadi ia hanya membiarkan pintunya terbuka sedikit seperti itu.

Setelah beberapa menit menutup mata, Dongju akhirnya terlelap. Gak tau aja dia, ada yang gelantungan di atas pintunya sambil menyeringai seram.

Seoho ditinggal sendirian di dorm. Sendirian. Hanya dibekali dengan sisa makanan yang masih ada di meja makan.

“Kami tinggal dulu ya. Kalo ada apa-apa tinggal telpon.”

Begitu yang diucapkan oleh sang member tertua sebelum menutup pintu dorm dan keluar.

Seoho beranjak bangun dari sofa, kemudian mematikan tv dan lampu ruang tengah dorm mereka. Ke dapur untuk memasukan bubur tadi ke dalam plastik lalu dibuang ke tong sampah. Mencuci piringnya dan menaruhnya di rak piring. Mengeringkan tangannya dengan tisu kemudian membuang tisunya ke tong sampah juga. Mematikan lampu dan berjalan menuju kamarnya ketika merasa kantuk yang sudah tidak bisa ditahan.


Ia terbangun sekitar jam 03.47—kalau bangun di jam 03.00-05.00 tanpa ada yang membangunkan, itu berarti ada yang mengawasinya. Entah kasat mata atau tidak.

Merasa tenggorokannya kering, ia menyibak selimut, meski ada rasa takut yang mengganjal di hatinya, ia mencoba mengabaikannya dulu.

Menengok ke kasur sebelahnya, ada Hwanwoong disitu. Menghela napas lega ketika tau member lain sudah pulang tadi malam.

Membuka pintu perlahan kemudian menyelip keluar, lalu menutup kembali pintu kamarnya. Berjalan menuju dapur yang sudah gelap gulita.

Berjinjit sedikit untuk mengambil gelas yang letaknya lebih tinggi dari dirinya. Kemudian mengambil air putih dingin dari dispenser. Meminumnya sambil berdiri di pinggir meja makan.

Tiba-tiba pupilnya menangkap sosok perempuan—menggesekkan kukunya di tembok sambil berjongkok. Memberanikan diri menghampiri sosok itu, namun belum selangkah, sosok itu sudah lebih dulu memutar kepalanya dan berdiri. Mata sipitnya membulat ketika melihat wujud sosok itu.

Sebelah matanya mengantung di luar, juga yang satunya bolong—mengucurkan darah seperti air terjun. Mulutnya sobek dari ujungnya sampai ke pipinya yang juga mengeluarkan darah. Rambut hitamnya tergerai panjang.

Seoho ingin sekali rasanya kabur ke kamarnya, namun kakinya seperti ada yang menahannya. Menahannya untuk menyaksikan apa yang akan terjadi selanjutnya.

Kepala sosok itu terjatuh dari tempatnya dan menggelinding di lantai. Darahnya mengucur kemana-mana. Tiba-tiba sosok itu tertawa dengan suaranya yang melengking—membuat Seoho ketakutan setengah mati dan langsung berlari menuju kamarnya. Mengunci pintunya rapat-rapat. Menggulung diri di dalam selimut sambil menangis sesenggukan karena ketakutan.

Bukannya keadaan semakin membaik, malah semakin seram. Vas-vas yang—kedengarannya ada di kamarnya, pecah—dijatuhkan dengan sengaja.

Kakinya—ada yang menarik kakinya. Seoho berusaha melepaskan tarikan itu dengan menendang-nendang kakinya ke segala arah, berharap kakinya dilepaskan dari cekalan itu.

Ketika dirasa semua sudah mulai tenang, ia membuka mata—menemukan wajah sosok tersebut tepat di depan wajahnya. Spontan dirinya langsung berteriak dan langsung menarik selimutnya.

Namun, bukannya suara tawa melengking sosok itu, malah yang terdengar adalah suara dalam Geonhak.

Mengeluarkan diri dari selimutnya kemudian menggerutu tidak jelas ketika melihat ada Youngjo, Geonhak juga Hwanwoong yang sedang menertawakannya.

“HAHAHAHA—harusnya kamu liat mukamu Ho, HAHAHA—Lucu abis!!” ucap Geonhak disela tawanya.

“HAHA—bener kata Geonhak, harusnya tadi aku membawa kamera—HAHAHA!!” Youngjo menyahuti ucapan Geonhak.

“HAHAHA—Aduh, sakit perut—HAHAHA—tapi tadi tendanganmu keras juga, Ho,” keluh Hwanwoong.

“J-Jadi—Kalian, d-dari tadi usilin aku?” tanya Seoho masih ketakutan.

“Iya,” jawab mereka serempak.

“Tadi yang di dapur juga?” tanya Seoho lagi.

Tapi ketiga orang itu hanya diam, bingung.

“Maksudnya?” tanya Hwanwoong.

“Kita tadi gak ke dapur kok. Ya kan, Jo?” Geonhak bertanya kepada Youngjo yang diangguki oleh si madnae.

“B-Beneran..?” tanya Seoho memastikan.

“Beneran,” angguk mereka bertiga.

“Ya, kan tadi aku liat kamu keluar kamar, Ho. Yaudah, aku ajak Youngjo masuk. Trus juga bangunin Hwanwoong—meskipun agak susah— buat ikutan nakut-nakutin kamu, Ho. Kita udah siap-siap di pojokan pas denger derap kaki lari-lari. Trus kamu tutup pintunya, ya begitu terus. Hwanwoong yang narikin kakimu, aku yang mecah-mecahin vas yang udah gak kepake, Youngjo yang jadi setannya,” Geonhak menceritakan kronologisnya, mendudukan dirinya di sebelah Seoho, “emang kenapa Ho?”

“K-Kalian serius—gak ada yang di d-dapur?” Seoho bertanya ulang. Masih diangguki ketiga orang itu.

Setelah merasa dirinya sedikit lebih tenang, ia menceritakan apa yang terjadi tadi di dapur. Seketika wajah Youngjo dan Hwanwoong langsung pucat pasi. Tapi tidak sepucat Geonhak.

“M-Maksudmu.. sosok yang lagi gesek-g-gesekin k-kukunya di tembok i-itu..?” Youngjo bertanya dengan tergagap sambil mengarahkan telunjuknya ke arah yang ia maksud.

“Mana—?” Belum sempat menjawab, wajah Geonhak langsung pasi. Diikuti dengan wajah Seoho dan Hwanwoong.

Kemudian mereka berempat berteriak histeris ketika kejadian yang menimpa Seoho di dapur terulang lagi tepat di depan mereka.

Malem ini movie date Geonhak sama Dongju. Dongju udah ngajak dari beberapa hari yang lalu, dan Geonhak baru ada waktu luang hari ini-ya karena tanggal merah juga sih.

Dongju udah duduk siap di sofa empuk milik Geonhak. Iya, mereka di apartemennya Geonhak sekarang.

Jam menunjukan pukul 08.26. Geonhak masih sibuk menyiapkan camilan untuk selama nonton nanti.

“Pilih aja dulu filmnya, Ju-ya!” seru Geonhak dari dapur.

“Gimana?? Aku ga ngerti!” balas Dongju berteriak juga.

“Ih itu kan ada aplikasinya tu di tv, pencet aja pake remotnya, ya terus tinggal pilih aja,” Geonhak menjelaskan, masih sibuk mondar-mandir dapur.

Dongju bingung, sebenernya Geonhak tuh nyiapin apaan, kok lama banget..

Kebetulan saat itu juga Geonhak kembali membawa semangkuk besar popcorn juga 2 botol minuman soda juga 4 gelas-2 gelas terisi air putih dan 2 gelas lainnya kosong.

“Mana? Udah dipilih?” tanya Geonhak sambil menaruh bawaannya di meja.

“Ehm, belum, hehehe. Bentar.” Dongju kemudian mengambil remote dan memilih filmnya.

Kursor remote berhenti di sebuah film horror, yang Geonhak sendiri pun kaget, kenapa tiba-tiba Dongju milih film horror.

“Hah? Ga salah? Mau nonton Sunyi?” tanya Geonhak memastikan yang hanya diangguki Dongju.

“Kok tumben mau horror?” tanyanya lagi

“Gapapa, pengen nyoba aja. Kata Keonhee ini ga terlalu serem gitu. Jadi pengen kucoba tonton deh, hehehe,” jawab Dongju sambil cengengesan.

'Keonhee sialan,' Geonhak membatin.

Mana ada ga serem, disini pembunuhan, balas dendam, character death malah.

Geonhak terdiam sambil memegang remote, “...Yakin nih, nonton ini?” tanya Geonhak lagi.

Lagi, Dongju ngangguk. Yang kemudian Geonhak pun memencet putar setelah Dongju mengkonfirm.


Durasi film kurang dari satu jam lagi, tapi Dongju sudah mendusel ketakutan ke Geonhak. Menyelimuti dirinya dengan selimut biru favoritnya. Matanya berkaca-kaca karena ketakutan melihat adegan pembunuhannya.

Dengan lampu yang mati di apartemennya makin membuat Dongju ketakutan, takut tiba-tiba ada yang memegang dan menarik kakinya dari kolong sofa.

'Hm, kan beneran dia ga kuat nontonnya,' batin Geonhak.

Geonhak melirik ke jam dinding, menunjukkan pukul 9 lewat. Makanan ringan di meja sama sekali belum habis, padahal biasanya Dongju bakal ngehabisin sampai piringnya bersih.

Geonhak kemudian bangkit, “Ju, gamau udahan?” tanyanya pelan.

Mendengar tawaran Geonhak Dongju langsung mengangguk kencang.

Geonhak yang melihatnya merasa gemas sendiri. Padahal lagi ketakutan.

“Mau ganti film apa pindah aja ke kamar?” tanya Geonhak lagi.

“Mau tidur aja..” jawab Dongju pelan. “Tapi takut.”

Geonhak tertawa kecil, “Tadi katanya ga terlalu serem?” godanya, kemudian tangannya mengambil remote untuk mematikan tv.

Bukan jawaban tapi malah mendapat sebuah pukulan keras di pundaknya, membuatnya merintih sakit.

“Ya kan aku gatau bakal seserem ini...” Dongju mem-pout, membuat Geonhak makin menahan diri untuk tidak menggigit Dongju.

“Hahaha.. Emang menurutku ga serem amat sih,” balas Geonhak. Kemudian mendapat pukulan lagi di punggungnya.

“Itumah kamu!”

Dongju kemudian beranjak duluan menuju kamar, namun tiba-tiba berhenti di lorong menuju kamar.

Geonhak yang baru menaruh camilannya ke kulkas langsung menatap bingung, “Kenapa?”

“Takut.. Gelap soalnya,” jawab Dongju masih berdiri di lorong.

Sementara Geonhak hanya menertawakan keimutan pacarnya itu.

“Sini ih, temenin!” panggil Dongju.

Geonhak menutup kulkas, lalu berjalan mendekati Dongju yang kemudian ditarik paksa untuk berjalan bersampingan sambil gandengan di lorong.

Melewati kamar mandi Geonhak nanya lagi, “Gamau pipis dulu?”

Dongju menggeleng. Ia hanya ingin tidur.

Geonhak membuka pintu kamar, kemudian masuk duluan.

Dongju yang masih ketakutan tiba-tiba melihat sekelebat bayangan melewatinya. Membuatnya langsung lari ke kasur dan meringkuk.

“Kenapa, hey?” tanya Geonhak kebingungan, padahal dirinya sedang menebah kasurnya.

“Tadi, ada yang lewat,” jawab Dongju sambil menunjuk ke arah tempat tadi ia berdiri, masih meringkuk.

Geonhak menoleh ke arah yang dimaksud, tiba-tiba ia merasa merinding.

“M-mungkin cuma perasaan kamu aja kali,” ucap Geonhak berusaha menenangkan. Kemudian berjalan ke arah pintu untuk menutupnya.

“Gatau, tapi nakutin..”

“Yaudah, kita tidur aja ya.” Geonhak pun kemudian naik ke kasurnya, lalu memeluk Dongju. Kemudian mereka cuddle sampai terlelap.


Tengah malam Dongju tiba-tiba terbangun. Bingung jam berapa, ia menoleh ke jam dinding di samping kasur Geonhak.

Jam setengah 3.

Jamnya portal dunia gaib terbuka.

Dongju yang masih mengantuk kemudian berusaha kembali tidur tanpa mau memusingkan masalah jam.

Tanpa tau kalau ada yang mengawasi mereka di belakang pintu.