우리 시간 (Our time)
Chapter 6
Dua hari setelah movie night kemarin, mereka belum bertemu lagi. Dongju sekarang merasa sedikit baikan. Sementara Gunhak kemarin sudah boleh pulang.
Dongju hari ini masih melanjutkan menulis surat-suratannya. Targetnya minggu ini adalah 50 kertas masuk di dalam toples tersebut. Tapi dengan kondisinya yang seperti ini pasti akan lama. Hanya 4 hari yang lalu ia merasa lebih sehat. Beberapa hari kedepan mungkin keadaannya bakal drop parah.
Selang infus masih menemaninya hingga sekarang ini. Kelak nanti mungkin Dongju akan bersahabat sepenuh jiwa raga dengan selang infusnya. Atau mungkin memang sudah?
Dongju sangat tidak sabar untuk bertemu dengan Gunhak nanti. Hari ini ada sebuah kabar baik, tapi Dongju urungkan untuk nanti saat bersama Gunhak.
Gunhak mengajaknya piknik lagi di taman. Mungkin ia ingin menyelesaikan lukisannya waktu itu. Bahkan Gunhak sudah membeli kanvas baru untuk dipakai Dongju nanti, agar tidak hanya Gunhak yang fokus mengerjakan sesuatu.
Jam masih menunjukkan pukul 01.19 siang. Dongju sedang memakan makan siangnya, bubur hambar. Di mejanya ada segelas air putih dan beberapa butir obat telan. Ia sudah terbiasa dengan ini sejak— entah, ia pun lupa sejak kapan.
Ia penasaran apa Gunhak bisa melakukan semua kesehariannya sendiri? Dengan kakinya yang dibungkus gipsum pasti agak sulit melakukan sesuatu sendiri. Terlebih kedua tangannya harus memegang tongkat setiap saat.
Yah, tapi, apa yang bisa Dongju lakukan dengan kondisinya sekarang ini? waktunya di bumi hanya tersisa kurang dari 5 minggu lagi. Nanti ia akan menggunakan kursi roda untuk berjalan— yang pasti akan menyulitkan Gunhak juga, mengingat kondisinya yang harus memegang tongkat 24/7.
Ahh, pasti akan sangat merepotkan.
Masih berandai-andai jika saja ia tidak mengidap penyakit mematikan ini, jika saja kecelakaan itu tidak pernah terjadi. Mereka berdua pasti sedang menikmati hidup bersama tanpa adanya rasa khawatir tentang waktu.
Surat-surat yang telah ia tulis sudah mencapai total kisaran 36 buah. Dan masih melanjutkannya sekarang. Ia ingin mencapai 40 sebelum piknik nanti.
Gunhak menghampiri Dongju yang masih berada di kamarnya. Mengetuk pintu beberapa kali, kemudian dibukakan oleh pemilik kamar.
“Abis ngapain?“tanya Gunhak melihat meja Dongju penuh potongan kertas.
“Hm.. Adadeh~” jawab Dongju sambil membersihkan mejanya.
“Idih,” Gunhak mendelik, “ayo, jadi ga nih?” ajaknya.
“Hmm sebentar, ini infusan ribet tau,” keluh Dongju.
Gunhak tertawa kecil, “sini kubantu aja.” Gunhak membantu membersihkan potongan-potongan kertas yang berserakan di meja, ada yang sampai ke lantai jadi ia harus menyapunya.
“Seriusan, abis ngapain sih? Kok ampe berantakan kertas gini?” tanya Gunhak penasaran.
“It's a secret~” jawab Dongju lagi sambil terkekeh, yang lagi-lagi hanya mendapat tatapan sinis dari Gunhak.
Dongju mengambil seplastik origaminya, juga sebatang lem kertas, lalu ditaruh di dalam tas tentengnya.
Setelah Gunhak selesai, ia langsung mengajak Dongju keluar, tidak lupa dengan sahabat sehidup-sematinya— infus.
Sesampainya di taman, Dongju kaget karena kehadiran keempat temannya.
Ada Seoho yang sedang memainkan boneka Pepe-nya, Keonhee yang sedang makan sambil berceloteh, Youngjo dan Hwanwoong yang.. bermesraan.
“Ih kok ada kalian?” tanya Dongju mau duduk.
“Oh, kita diusir nih, maksudnya? Oke, ayo guys kita cabut aja,” canda Hwanwoong sambil berdiri menarik Youngjo.
“Eh, ga gitu maksudnya,” Dongju menatap sinis Hwanwoong yang kembali duduk. “Ngapain di sini? Bukannya harusnya kalian kuliah?” tanya Dongju lebih detail lagi.
“Ya nemenin lo,” jawab Keonhee disela kegiatan makannya.
“Noh, Gunhak yang ngajak kita kesini.” Seoho menyela sambil mengambil camilan Keonhee, membuat si empunya menggerutu tidak jelas.
Dongju menatap Gunhak kemudian berbalik menatap teman-temannya.
“Dih, aturan mah gausah diajak,” ucap Dongju ke Gunhak. Sementara teman-temannya mendelik ke arahnya.
“Yaudah, ayok, pulang aja, yok,” Hwanwoong bangkit lagi sambil menarik Youngjo.
Semua canda tawa bersama teman-temannya membuat Dongju lebih ceria hari ini.
Gunhak yang melanjutkan lukisannya disertai Youngjo yang melukis pemandangan. Keonhee dan Seoho hanya memakan ayam yang dipesan Gunhak tadi, mereka makan berdua sambil mengusili Youngjo dan Gunhak sekali-kali. Sementara Dongju sedang melukis asal ditemani Hwanwoong yang hanya berkomentar.
“Ju, lu kemaren beli apaan?” tanya Hwanwoong, masih penasaran dengan barang yang waktu itu ia beli.
“Itu.. Gue beli kayak jaket gitu, Han.” Volume suaranya mengecil, membuat Hwanwoong makin mencondongkan tubuhnya ke arah Dongju. “Awalnya buat surprise Gunhak, tapi gajadi, soalnya menurut gue itu kado kayak udah mainstream banget, jadi gue ubah idenya,” jawab Dongju panjang lebar, namun dengan suara yang pelan, takut yang dibicarakan mendengar.
“Oalah.. Terus? Lu ganti apa?” Hwanwoong masih penasaran.
“Ehmm.. Ini lagi proses,” jawabnya lagi. Tangannya sesekali menyeluncurkan kuasnya di atas kanvas, sesekali mencelupkannya ke salah satu cat yang ada.
“Wih, bikin apa emangnya?”
“Penasaran banget keknya lu.” Dongju menatap sinis ke Hwanwoong, sementara yang ditatap hanya cengengesan.
“Ya namanya juga kepo,” balas Hwanwoong sambil tersenyum kecil.
“Yeu, dasar.” Dongju melanjutkan lukisannya. Ia melukis berdasar referensi yang ada di ponselnya.
Hwanwoong yang merasa diabaikan berusaha menarik perhatian Dongju lagi. Ia masih penasaran dengan apa kadonya.
“Han,” panggil Dongju. Yang dipanggil tentu saja kaget.
“Iya, kenapa, Ju?” sahut Hwanwoong.
“Ntar kalo misalkan gue udah pergi, nanti lu yang ngasih hadiahnya ya,” pesannya.
Hwanwoong yang mendengarnya bingung, “Loh, kok ngomong gitu?”
“Iya.. mana tau gagal..” gumam Dongju.
“Gagal apanya?”
“Hm.. Sesuatu~” balas Dongju sambil tersenyum ke arahnya. “Serius tapi, ya. Gue bikinin doi surat-suratan dalam toples gitu. Targetnya sih harus ada 100 surat. Tapi kalo misalkan gue belum selesein dan gue malah pergi duluan, gue nitip ke lo buat kasih ke dia, jaketnya juga sekalian,” jelas Dongju panjang.
Agak sedih mendengar pesannya, seolah-olah Dongju benar-benar pasrah dengan takdirnya.
“Oke, Ju.” Hwanwoong berjanji.
“Makasih.”
“Sama-sama.”
Kemudian keadaan menjadi sepi, hanya ada suara orang di sekeliling mereka dan suara angin yang menggesek dedaunan pohon-pohon.
“Kalian,” Dongju angkat bicara.
“Kenapa?” sahut mereka berbarengan.
“Jadi.. Tadi pagi, dokter gue ngasih kabar,” ucap Dongju potong-potong, membuat teman-temannya penasaran.
“Apa tuh, kabar apa?”
“Katanya, ada yang baik hati.”
“Wah, gue nih pasti,” cerocos Seoho. Disambut toyoran dari Keonhee dan Hwanwoong.
“Kalo ngomong suka aneh.”
“Jangan mengada-ngada.”
“Ih dengerin dulu,” Dongju mulai kesal.
“Ya lagian lunya ngomong lama banget,” timpal Seoho.
“Sabar.” Dongju menatap Keonhee, “Hee, itu pacarmu boleh gue sumpelin kaos kaki ga mulutnya?” candanya. Yang tentu saja dibalas anggukan antusias.
“Sialan lo jadi pacar,” kutuk Seoho.
“Ehem,” Dongju mendeham, memfokuskan perhatian teman-temannya kembali.
“Ada yang baik gimana, by?” tanya Gunhak bingung.
“Ya.. ada yang berbaik hati mau ndonorin tulang sumsumnya buat gue,” Dongju berucap dengan senang.
“SERIUS JU?” tanya yang lainnya, merasa ini seperti mukjizat.
“Kalo ga serius gue udah balik ke kamar dari tadi,” jawab Dongju.
“Demi apa, by?” tanya Gunhak masih tidak percaya. Dibalas anggukan oleh Dongju.
“Aku dapet kesempatan hidup lebih lama, bae,” ucapnya menahan tangis, merasa senang karena ada yang berbaik hati mau mendonorkan tulang sumsum.
Gunhak lantas memeluknya erat. “Seneng banget, by,” ucap Gunhak di pundak Dongju.
“Sama, aku juga seneng. Doain ya operasinya lancar,” mohonnya.
“Selalu kudoain, by.”
Mereka melepaskan pelukannya, masih merasa terharu karena pengumuman dari Dongju.
“Operasinya kapan, Ju?” tanya Youngjo.
“Dua hari lagi sih, besok kek semacam persiapan gitu. Doain ya semoga lancar,” Dongju menatap teman-temannya dengan tatapan memohon.
Dongju merasa tidak sabar untuk dilakukan operasi pendonoran tulang sumsumnya.
Untuk pertama kalinya, ia mendapat secercah harapan untuk menikmati hidup lebih lama lagi bersama keluarganya, teman-temannya, juga pacarnya. Ia sangat berharap operasi lusa akan berhasil. Semoga saja.
to be continue