우리 시간 (Our time)
Chapter 3
Gunhak keluar dari toilet, menemukan mejanya dan Dongju kosong. Benar-benar sudah dibersihkan pelayan. Dongju pun tidak ada di bangkunya.
Gunhak pun berjalan ke kasir, berpikiran bahwa Dongju berada di luar menunggunya. Tapi mengapa harus menunggu di luar? Kan di luar dingin. Takutnya Dongju tak kuat terhadap suhu udara malam, Gunhak pun cepat-cepat membayar.
Sesampainya di luar, Dongju tidak terlihat sama sekali. Perasaan panik mulai mendominasi.
Ia menarik ponselnya dari saku celana, mencoba menghubungi Dongju.
“Nomer yang Anda tuju sedang tidak aktif, silakan coba lagi.“
“Shit,” Gunhak mengutuk dirinya sendiri.
Apa Dongju pulang duluan karena ia diam-diam masih marah?
Apa Dongju baik-baik saja?
Apa Dongju sebenarnya tidak memaafkannya?
“Ahh, padahal masalah sepele.”
Gunhak masuk ke mobilnya, langsung menyalakan mesin dan keluar dari area parkir.
Ia menyetir dengan perasaan campur aduk. Bahkan ia sampai lupa mengenakan sabuk pengamannya.
Saking khawatirnya dia, takut kalau Dongju kenapa-napa. Ia harus memastikan bahwa kekasihnya itu pulang dengan selamat. Sampai lupa dengan keselamatan sendiri.
Kemudian hidupnya seperti melintas di depan matanya.
“Ju, lu beneran udah ngasih tau Gunhak?” tanya Youngjo sambil menyetir.
“Udah kok, Hyung,” jawabnya.
“Kalo misalnya notesnya kebuang gimana? Sebelum si Gunhak baca notes mu?” tanya Hwanwoong kali ini.
“Semoga enggak.”
“Semoga ya..”
Hwanwoong dan Youngjo adalah teman sekampusnya. Teman Gunhak juga. Mereka juga berpacaran.
Mereka habis menemani Dongju membeli sesuatu— yang bahkan mereka berdua pun tak tahu. Dongju tidak memberitahukannya. Dia hanya bilang ingin membeli sesuatu untuk dijadikan kejutan untuk Gunhak.
Hari sudah semakin larut. Harusnya Gunhak sudah berada di rumah sakitnya, menunggunya. Seperti yang ia tuliskan di notes-nya. Harusnya.
Tiba-tiba ponsel Dongju berdering. Terpapar nama pacarnya di layarnya. Tapi tidak biasa Gunhak menelpon selarut ini, biasanya ia bermain game di ponselnya.
Entah kenapa Dongju mendapat perasaan tak enak. Ia pun mengangkat panggilan tersebut.
“Halo?”
Hwanwoong yang duduk di sebelah Youngjo menoleh ke belakang, penasaran. “Siapa yang n—”
Belum sempat bertanya penuh, sudah disuruh diam duluan oleh Dongju.
“Idih dasar.” Kemudian ia kembali menghadap ke depan.
“H-hah.. S-serius..?” Mata Dongju mulai berkaca-kaca, suaranya mulai bergetar.
Hwanwoong menoleh lagi ke belakang, menemukan Dongju yang berusaha keras menahan tangisnya sambil memutuskan sambungan.
“Kenapa Ju??” tanya Hwanwoong.
“Gunhak-” Ia mencoba menjelaskan tapi tak sanggup menahan tangisnya.
“Kenapa Gunhak? Lu diapain? Kok sampe nangis? Selingkuh dia?” cerocos Youngjo asal, mendapat pukulan dari Hwanwoong. “Sembarangan kalo ngomong.” Kemudian menoleh lagi ke Dongju. “Gunhak kenapa Ju?”
“Dia kecelakaan.”
Tepat saat itu tangisnya langsung pecah.
“HAH?” Kaget Youngjo dan Hwanwoong berbarengan.
“Kok bisa Ju??” Hwanwoong bertanya lagi.
“Ng-ga tau,” jawab Dongju disela tangisannya.
“Yaudah, dia di rumah sakit mana?” kali ini Youngjo yang bertanya.
“Di rumah sakit yang aku inepin,” jawabnya lagi.
“Oh oke.” Youngjo langsung menginjak gas.
Dongju masih menangis di kursi belakang. Berpikiran bahwa ini semua salahnya. Andai saja ia tak merencanakan surprise ini, pasti Gunhak masih di mobil bersamanya sekarang. Pasti tidak akan terjadi yang namanya 'kecelakaan'. Ia takkan membuatnya panik.
Tapi, ya, sudah telat.
Dongju masuk ke ruangan Gunhak dengan dipapah oleh Hwanwoong dan Youngjo. Ia makin lemas karena terus-terusan menangis.
Tangisnya pecah lagi kala ia melihat kekasihnya terbaring tak berdaya di kasur rumah sakit. Dengan selang dan jarum infus yang tertancap di tangan kanannya. Wajahnya begitu pucat.
Dongju memegang tangan kiri Gunhak, seolah tak mau melepaskannya.
Jangan Gunhak duluan yang pergi. Ia tak akan sanggup.
Dalam hati ia terus berdoa agar pacarnya itu langsung siuman.
“Aaah, coba a-ja aku gabikin id-e ngasih hadiah ke- kamu, pasti kamu ma-sih berdiri di-samping aku,” ucap Dongju disela tangisannya. Hwanwoong dan Youngjo yang menyaksikan hanya saling memeluk. Hwanwoong ingin menangis karena merasa iba. Youngjo memeluknya untuk menenangkannya.
“K-kamu ga baca n-notes-nya ya? M-makanya kamu sam-pe begini. Kenap-pa bisa ga diba-caa?? Aneehhh.” Dongju memegang erat tangan Gunhak, diciuminya punggung tangan itu.
“Ayoo, bang-un, sayaangg.”
Hwanwoong berpikir, kalau Gunhak kecelakaan saja sudah sesedih ini, bagaimana nanti ketika Dongju.. pergi selamanya?
“Yang, ini udah sedih banget, kebayang ga sedihnya Gunhak nanti..?” tanya Hwanwoong ke Youngjo.
“Kenapa?” tanya Youngjo kurang mengerti.
“K-kalau.. Dongju nanti— 'amit-amit', meninggal, gimana suasananya..” Hwanwoong mengecilkan volume suaranya ketika menyebut 'meninggal'. Takut orangnya dengar dan makin sedih.
“Nggatau, beb. Yang pasti Gunhak bakal galau berhari-hari,” balas Youngjo dengan yakin.
“Kasian tapi.. Baru kecelakaan pun udah sedih banget begini..” Hwanwoong menghela napas. Youngjo mengelus kepala Hwanwoong menenangkan.
Dongju masih menangis di tangan Gunhak. Masih berharap kekasihnya akan bangun detik itu juga.
Dan benar saja, tangan yang dipegang Dongju mulai bergerak. Menunjukkan bahwa dirinya sudah siuman.
Dongju langsung duduk tegak, begitu antusias mengetahui pacarnya telah siuman. “P-panggil dokter! Hyung, panggil dokter!”
Youngjo keluar memanggil dokter. Kemudian masuk lagi, diikuti seorang dokter dan seorang perawat.
Dokter dan perawatnya langsung melakukan pengecekan. Setelah dirasa semua baik, mereka langsung ijin keluar.
Gunhak meringis merasakan rasa sakit di kepalanya. Merasa agak pusing.
Ia mengedipkan matanya berkali-kali, mencoba menyesuaikan dengan cahaya ruangan. Kemudian menoleh ke arah Dongju. Tangannya meraih pipi merahnya.
“Kenapa nangis sayang..?” tanya Gunhak dengan suara serak.
Bukannya mereda, tangisnya malah makin menjadi.
“Bodoh!” rutuk Dongju. “Bodohhhh!! Kenapa bisa sampe beginiiii??”
Gunhak mendengus, “Aku pun gatau, by. Aku panik kamu tiba-tiba ga ada tadi. Aku takut kamu kenapa-napa. Ternyata kamu masih disini.”
“Kenapa bisa panik sihh? Kan a-ku udah ngasih notes di bawah ge-lasmuuu.”
“Hmm.. Ngga ada. Mejanya udah bersih pas aku keluar dari toilet,” jelasnya.
“Yah.. Pantes,” Youngjo menyahut.
Gunhak berusaha bangun dari posisinya dibantu oleh Youngjo. Ingin duduk meluruskan kakinya yang digipsum. Kata Hwanwoong, dokter bilang tulang kaki kirinya retak. Dan butuh sekitar 6-8 minggu untuk sembuh sepenuhnya.
Ia akan sembuh ketika Dongju tak lagi bersamanya.
Dongju langsung memeluk Gunhak sambil menangis. Sudah berapa lama ia menangis.
Gunhak menyambut pelukan tersebut. Mengelus pucuk kepala Dongju supaya dirinya tenang.
“Aku khawatir pas denger kabar kamu kecelakaan tau. Jangan bikin panik begini,” tangis Dongju di pundak lebar Gunhak.
Sambil mengelus pucuk kepalanya, Gunhak membalas, “Kamu juga. Harusnya kamu jangan tiba-tiba ilang begitu. Bikin aku khawatir. Bikin aku panik. Mana kamu kondisinya begini.” Ia melepas pelukannya. “Ya siapa sih yang ga kalut rasa panik pas tau orang kesayangannya tiba-tiba ngga ada? Tiba-tiba ngilang?”
Dongju termenung. Benar juga.. Semua yang dirasakannya sekarang ini adalah apa yang dirasakan Gunhak tadi. Panik, khawatir, takut. Sama persis.
“M-maaf..” Dongju menunduk.
“Ngga usah minta maaf. Yang penting kamu masih hidup aku udah seneng kok.” Gunhak mengangkat kepalanya, lalu tersenyum, menghangatkan hati Dongju yang melihatnya.
Tiba-tiba pegangan tangan Dongju melonggar. Pingsan. Youngjo dengan sigap langsung menangkap tubuhnya yang hampir tersungkur ke belakang, kemudian di bawa keluar dan memanggil beberapa dokter.
“Ya ampun, sampe pingsan..” kata Gunhak, langsung memegang kepalanya karena berdenyut menyakitkan.
“Iya, itu dia dari tadi di jalan nangis terus dapet kabar lo kecelakaan. Kecapekan. Plus juga dia kan ada sakit. Ya untungnya hari ini ga batuk darah sih, tapi malah pingsan,” jelas Hwanwoong kepada Gunhak.
“Setakut itu?” dengusnya. “Gue lebih takut dia tiba-tiba muntah darah lagi, trus lemes. Takut nyawanya tiba-tiba diambil tanpa perlu nunggu 5 minggu lagi. Yang harusnya dia khawatirin itu dirinya. Gue mah kuat— akh.” Pas bicara seperti itu, kepalanya langsung sakit lagi.
“Iya sih, lo juga harusnya hati-hati nyetirnya. Pake sabuk pengaman juga. Jangan mentang-mentang lo panik trs ampe kelupaan gitu. Jangan bertingkah goblok demi kisah cinta lo. Dah ah gw mo pulang.” Dengan begitu, Hwanwoong langsung meninggalkan Gunhak sendirian di kamar inapnya.
Benar juga. Daritadi siang ia hanya bertingkah bodoh. Mengacuhkan Dongju, bersikap ketus, sok merajuk. Bodoh.
Mengingat lagi, bahwa dirinya akan sembuh sepenuhnya, ketika kekasihnya telah hilang sepenuhnya.
“Kita harus bisa manfaatin waktu dengan baik.”
“Jangan sampe ada penyesalan di akhir nanti.”
to be continue