우리 시간 (Our time) : Sequel
Gunhak membuka gulungan kertas yang ke-99. Tertulis di sana, 'jangan lupa bahagia, ya<3'
Tentu.
Sekarang sudah 99 hari setelah Dongju pergi. Gunhak masih belum bisa membuka hati untuk orang lain. Hatinya benar-benar dibawa Dongju.
Hari sudah sore. Ia masih berada di kafe bersama teman-temannya. Lebih tepatnya di lahan parkirnya. Ia sedang berada di mobilnya.
Toplesnya selalu ia taruh di mobilnya. Agar ingat kalau saja berpergian. Kadang ia membuka suratnya ketika masih pagi sebelum berangkat ke kampus, kadang pun sore seperti sekarang ini.
Lagu Reminisce About All berputar sebagai background music. Membuat ia menyesali kenapa dirinya tak ada di tempat ketika kejadian itu berlangsung.
Ya, tapi, semua sudah terjadi. Ia tidak bisa memundurkan waktu.
Why did i not know? Why did it hurt?
Mengambil pulpen dari tasnya, juga secarik kertas, kemudian ia tuliskan-
day 100- I love you till death
Setelah itu, ia menggulungnya, kemudian ia satukan dengan surat-surat di toples dari Dongju.
“99 hari itu berapa bulan sih..?” ia bertanya kepada dirinya sendiri. Men-starter mobilnya lalu keluar dari area parkir.
“Ah, iya, sekitar 3 bulanan ya. Apa 4 bulan? Ah, pusing.”
Perjalanan menuju apartemennya lumayan macet. Sudah hampir 3 jam ia berada di daerah yang sama dengan kampusnya. Akhirnya ia pun mencari jalan pintas.
Jalan pintasnya lumayan sepi, tapi juga lumayan gelap kalau malam. Makanya kalau sudah malam begini sedikit yang lewat.
Gunhak berbelok di pertigaan jalan. Suasana mobil hanya diisi dengan suara dari radio, entah lagu yang disetel ataupun penyiar radio yang mengobrol lucu.
Karena dirasanya sangat sepi, jadi dia menaikan kecepatan mobilnya. Ia merasa sangat lelah hari ini, jadi ingin cepat berbaring di kasur.
Pikirannya kembali ke masa lalu. Ke masa-masa indah ketika Dongju masih bersamanya. Yah, tidak semuanya indah. Tapi, apa itu hubungan kalau tidak ada bumbu penyedap sedikitpun?
Ia ingin kembali ke masa lalu. Ia masih ingin bersama Dongju. Ia rindu Dongju.
Gunhak menghela napas. Ia merasa dirinya semakin gila tanpa Dongju. Benar-benar rindu Dongju.
I'm always in your heart, tulis Dongju di salah satu kertas dalam toplesnya.
Kalau Dongju tau dirinya yang sedang tidak bahagia, pasti Dongju akan sangat sedih. Ia tak mau Dongju sedih karena dirinya yang payah.
Matanya berkaca-kaca membayangkan kejadian hari itu. Membayangkan Dongju yang terbaring lemas di lantai kamar mandi dengan mulut yang penuh darah, wajahnya yang mulai membiru.
Pasti rasanya sakit sekali sampai-sampai Dongju menyerah terhadap hidupnya.
Ia mendongakkan kepalanya, mencegah air matanya untuk keluar. Kemudian fokus menyetir lagi.
Tanpa diduga, ada sebuah truk yang dikemudikan secara ugal-ugalan menuju ke arahnya, membuatnya banting stir.
Mobilnya terhantam keras ke separator jalan sampai terguling.
Kepalanya pusing. Jarinya memegang kepalanya, berdarah, cukup menjelaskan cairan dingin yang mengalir turun dari kepalanya. Hidungnya mimisan. Tulang kakinya terasa patah.
Matanya yang perlahan meredup mencoba mencari orang di dekat lokasinya.
Darah yang dikeluarkannya lumayan banyak. Membuat dirinya terasa sangat pusing, semua terasa seperti berputar.
“Dongju.. Tolong..”
Kupingnya tidak dapat menangkap suara lagi. Matanya melirik ke toples dari Dongju. Pecah. Semua suratnya berhamburan. Matanya yang menitikkan air mata perlahan tertutup, ingin menyudahi rasa sakit yang dirasakannya sekarang.
Napasnya perlahan terpotong. Sampai akhirnya ia menghembuskan napasnya untuk terakhir kalinya.
Gunhak telah pergi. Menyusul Dongju di alam sana.
END