Geonhak sedang melakukan live di V-App, menyapa para ToMoon dan menyanyikan mereka beberapa lagu.

VLive tadi hampir membuat semua ToMoon oleng mem-bias-kan dia. Suara menyanyinya yang lembut, merdu nan kuat, begitu sopan masuk telinga. Ya, siapa yang tidak oleng?

Dan Geonhak tadi secara tidak sengaja membenarkan rambutnya yang sudah ditata oleh Dongju. Agak takut dimarahi nanti, karena ia yakin pasti Dongju menonton vlive-nya juga.

Selang beberapa menit, ia mengucapkan sampai bertemu lagi ke para ToMoon yang menonton, kemudian ia mematikan live-nya.

Geonhak menghela napas, yah, minimal sekarang ToMoon sudah diberi asupan konten. Ia juga rindu ToMoon sebenarnya. Ia dan grupnya rindu melakukan konser dan fansign secara langsung, bisa berinteraksi secara langsung dengan para ToMoon. Apa boleh buat, pandemi yang tiba-tiba menyerang membuat mereka semua harus menahan rasa rindu terhadap ToMoon.

Geonhak yang sedang membereskan barang-barang vlive-nya terkejut karena penampakan Dongju di pintu.

“Astaga, kaget aku,” Geonhak berucap sambil mengelus dadanya. Menatap heran Dongju yang berdiri di ambang pintu.

“Hem, kan tadi udah aku tata rambutnyaaa,” omel Dongju, masih berdiri di ambang pintu sambil menyilangkan kedua tangan.

“Iya, maaf, sayaang,” mohon Geonhak yang masih membereskan propertinya.

Ya, mereka berdua berkencan. Hanya grupnya dan mereka yang tau.

“Nih, udah kubenerin juga, kok,” lanjutnya, berusaha membujuk Dongju yang terlihat merajuk.

Dongju menghela napas, “iyaudah deh, ga apapa, maaf juga akunya jadi lebay gini.”

“Loh, kenapa minta maaf? Kan harusnya aku yang minta maaf. Lagian juga ga ngapa kok, ini kan ditegur, lagian juga tadi ga sengaja, by.” Geonhak berjalan ke pojok ruangan, menaruh properti-propertinya di salah satu meja.

Dongju hanya mendeham mengiyakan.

“Coba, gituin lagi, beb,” pinta Dongju pelan. Entah apa yang dimaksud.

Geonhak yang bingung langsung berjalan ke arah Dongju, “apanya digituin lagi?” tanyanya.

“Ehm.. Gajadi deh.” Dongju menarik permintaannya. Bahaya juga kalau ia melihat Geonhak seperti itu lagi, tidak sehat untuk jantungnya.

“Apanyaa??” Geonhak masih penasaran, ia mengingat-ingat apa yang dilakukannya tadi.

“Nyisir rambutku lagi?” Akhirnya Geonhak mengerti. Tapi kali ini gelengan kuat dari Dongju yang ia dapatkan.

“Loh, apa? Nyanyi?”

“Ngga jadiiii,” Dongju menggelengkan kepalanya lagi. Takutnya ia tak kuat melihatnya.

Geonhak memang tampan ketika ia menyisir rambutnya, terlebih sampai jidatnya terpampang jelas, kemudian diikuti senyuman manis, dan eye-smile khasnya, benar-benar bisa membuat jantungnya copot kalau seperti itu.

Belum lagi kalau di kasur—

Ah, otaknya jadi berkelana ria.

Pikiran kotornya membuat pipinya memuncilkan semburat merah samar. Matanya tidak mau menatap Geonhak, takut kalau tiba-tiba benar-benar mengumbar jidat.

Geonhak yang melihat semburat merah di pipi Dongju langsung tersenyum miring. Ia tahu apa yang dipikirkan kekasihnya itu.

Dengan senyum usil, ia memanggil Dongju agar menatapnya, yang tentu saja tidak langsung dilakukan yang dipanggil.

Setelah dua kali mencoba memanggilnya, akhirnya berhasil, Dongju menengok ke arahnya. Geonhak langsung menyisir rambutnya sambil menyeringai.

Tentu saja wajah Dongju langsung memerah. Ditambah pikirannya yang berkelana begini, bikin semuanya jadi makin memusingkan.

“Tadi katanya minta digituin lagi? Ini udah diginiin lagi kok malah gamau noleh?” goda Geonhak. Ia makin mendempeti Dongju yang menyender di tembok di samping pintu.

Padahal ini ruang latihan. Gila saja.

Dongju mendecak, “apasih.” Pura-pura tidak tahu. Padahal wajahnya yang memerah benar-benar menunjukkan bahwa dirinya memang menginginkannya.

“Diem atau aku cium!” ancam Dongju. Entah apa yang dipikirkannya hingga kalimat tersebut terlontar dari mulutnya.

“Yaudah aku gamau diem biar kamu cium aja,” Geonhak menjawab dengan pasti. Semakin usil memainkan rambutnya di depan Dongju.

Wajah Dongju sekarang terasa panas sekali. Bahkan mungkin butuh AC untuk mendinginkannya.

“Panas ga sih?” tanya Dongju, menatap Geonhak— yang lagi-lagi ia sesali telah melakukannya.

“Kepanasan? Kok bisa?” tanya Geonhak balik, pura-pura tak tau.

“Kan AC masih nyala, by. Masa udah kepanasan aja?” Alasan Geonhak benar-benar mendukung untuk dipukuli.

Dongju menghela napas, “awas ah, aku kan kesini bukan untuk dimesumin.” Ia berusaha mendorong Geonhak agar ia bisa pergi dan berhenti merasa panas.

Tapi sepertinya Geonhak tidak tahu apa itu jarak. Ia malah makin mendekat dan membuat Dongju menahan napasnya gugup.

“M-mau diapain??” Dongju berusaha bersuara.

Bukannya menjawab, Geonhak malah mengecupi leher Dongju.

Membuat si empunya makin kesusahan bernapas. Juga, ini di tempat umum, bukan di dorm mereka. Takut tiba-tiba ada yang menciduk mereka.

Geonhak tiba-tiba menggigit kulit leher Dongju. Dongju hamoir saja kelepasan melenguh kalau ia tak menggigit tangannya.

Tangan satunya ia gunakan untuk memukuli Geonhak, “udah! Ini bukan di dorm— ahh-”

Geonhak benar-benar menggodanya. Ia tak mau mendengarkannya dan malah melanjutkan permainannya.

Tok tok

Sontak, Geonhak langsung melepas bibirnya dari leher Dongju. Mereka berdua menoleh ke arah pintu, menemukan Youngjo yang berdiri di sana.

“Gue saranin lanjut aja di dorm. Tapi kalo mau lanjut di sini tanggung jawab, ya,” pesannya. “Dah, gue mau balik.” Kemudian ia melangkah pergi setelah menutup pintunya.

Geonhak menoleh lagi ke Dongju, lalu bertanya, “mau lanjut dimana?”

“Ga. Aku mau balik aja ke dorm.” Dongju langsung menarik gagang pintu dan melangkah keluar, meninggalkan Geonhak di ruang latihan.

Bibirnya menyeringai. “Okelah.”


end.


dahlah akupun gatau ini apaan tbtb nongol di kepala. oke, sekian, slamat malam. lanjutannya silakan dipikir sndiri //wink